Sabtu, 19 Desember 2009

Hari Ikan Sedunia

Paradigma yang tertanam dalam benakku tentang wisata alam adalah suatu kegiatan merefreshkan diri melalui alam. Wisata tidak hanya berarti bahwa diriku bersenang di tempat-tempat pariwisata dan pulang membawa pikiran yang segar. Tetapi, memberikan dampak pada kepuasan batiniyah merupakan kunci utama dari adanya proses wisata itu sendiri. Seperti yang saya alami tempo hari.


ATAS: ema, sahuri, kang iwan
BAWAH: asri


aku, khatulistiwa, PSC, beserta anak-anak pesisir Marunda

Hari itu (21/11), aku bersama kelompokku merayakan Hari Ikan Sedunia dengan “alam”. Ada beberapa rangkaian acara yang telah disusun oleh panitia. Acara pertama adalah kampaye Hari Ikan sedunia yang dimulai dari kawasan Imam Bonjol hingga Bundaran HI. Seru! Dan tahukah kalian yel-yel apa yang kami teriakkan? “Ayo Makan Ikan!”. Yel-yel yang benar-benar tepat pada sasaran. Buruknya system dan perilaku oknum-oknum yang tak peduli akan kondisi kelautan Indonesia memotivasi kami (aku, kelompokku, dan salah satu LSM yang bergerak dibidang tersebut) untuk menyerukan dan memotivasi masyarakat agar gemar makan ikan. Teatrikal pun kami pertunjukan agar apa yang ingin kami sampaikan kepada masyarakat lebih mengena kesasaran. Setelah seluruh rangkaian acara di Bundaran HI terselesaikan, bergegaslah kami menuju kawasan Marunda dalam rangka kunjungan dan aksi tanam bakau.

Pada awalnya aku tak begitu semangat karena kondisi cuaca yang tak mendukung. Mendung dan Panas. Namun, seketika setelah aku menginjakkan kakiku di tanah Marunda, aku rasakan kebahagiaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Kebahagiaan yang merasuk ke lubuk hati yang terdalam. Mengapa?

Belum lama aku berdiam diri disana, aku melihat tawa anak-anak pesisir yang begitu lepasnya hingga aura bahagia itu merasuk dalam batinku. Dalam kondisi lingkungan yang sangat tak wajar (kotor, tak sehat, bau) mereka tetap saja dapat tertawa lepas tanpa mengeluhkan apa yang terjadi pada diri mereka sekarang dan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi dihari esok.

Kutolehkan wajahku ke lautan lepas. Memang benar adanya mengenai pidato yang disampaikan oleh para tokoh masyarakat tadi. Laut kita Nyaris mati = sekarat. Nampak gersang. Tak beraurakan semangat para pelaut. Laut itu sungguh membutuhkan uluran tangan kita.

Kegiatan tanam bakau dimulai. Keraguan akan kondisi area yang tak stabil hampir mengurungkan niatku tuk menghidupkan lautku. Namun, besarnya dorongan hati selaku generasi muda yang wajib melestarikan dan menghidupkan alam mengalahkan semua keraguan yang tertanam dalam benakku saat itu. Kulangkahkan kakiku kedalam lumpur pantai yang bisa dibilang sangat kotor dan bau, kutanam satu pohon bakau di pesisir pantai Marunda itu. Tak disangka. Apa yang kurasakan saat itu tak pernah kuduga. BAHAGIA! Hingga pada akhirnya aku bersemangat untuk menanam lebih dari satu pohon bakau.

Semua yang kurasakan pada hari itu sesungguhnya takkan dapat diimbangi oleh rangkaian kata seindah apapun. Dan itulah yang kusebut dengan WISATA ALAM , membuat hati dan pikiranku bahagia dengan membahagiakan alam itu sendiri. MARUNDA, disitulah tempat wisata alam yang benar-benar membuat hati dan pikiranku tentram.

0 komentar:

Posting Komentar

thx for visiting

best regards,
Ema Ervita